Pengangguran dan Inflasi



BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGANGGURAN
1. Pengertian Pengangguran
Pengangguran adalah salah satu masalah yang ada dalam ekonomi makro yang berhubungan langsung dengan manusia. Dalam standart pengertian yang sudah ditentukan secara internasional, yang dimaksud dengan pengangguran adalah sesorang yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja, yang secara aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang diinginkannya. Berdasarkan pada definisi ini, bahwa ibu-ibu rumah tangga, para mahasiswa, dan anak-anak orang kaya yang sudah dewasa tetapi tidak bekerja, tidak digolongkan sebagai penganggur. Karena, mereka tidak secara aktif mencari pekerjaan.[1] 
Adapun, pengangguran (unemployment) merupakan kenyataan yang dihadapi tidak saja oleh negara-negara berkembang, akan tetapi juga oleh negara-negara yang sudah maju. Secara umum pengangguran diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam kategori angkatan kerja tidak memiliki pekerjaan dan secara aktif sedang mencari pekerjaan. Seseorang yang tidak bekerja, tetapi secara aktif mencari pekerjaan tidak dapat digolongkan sebagai pengangguran. Dalam hal ini, adanya pengangguran memacu pengeluaran pemerintah lebih tinggi untuk keperluan kompensasi pengangguran dan kesejahteraan. Hal ini terutama terjadi di negara-negara maju dimana negara atau pemerintah mempunyai kewajiban untuk menyediakan tunjangan bagi para penganggur.[2]
Dalam membicarakan mengenai pengangguran di suatu negara  pada suatu periode tertentu yang harus diperhatikan bukanlah mengenai jumlah pengangguran, tetapi mengenai tingkat pengangguran. Tingkat Pengangguran merupakan perbandingan diantara jumlah angkatan kerja yang menganggur dengan angkatan kerja keseluruhannya. Untuk mengukur tingkat pengangguran pada suatu wilayah bisa didapat dari  persentase membagi jumlah pengangguran dengan jumlah angkaran kerja.[3]

Membandingkan jumlah pengangguran diantara berbagai negara tidak akan memberikan gambaran yang tepat tentang perbandingan masalah yang berlaku. Misalkan di Thailand dan Amerika Serikat jumlah penganggur adalah sama besarnya, akan tetapi masalah pengangguran yang dihadapi kedua negara tersebut adalah berbeda. Karena, penduduk Thailand hanyalah sepertiga dari penduduk Ameriak Serikat yang berarti masalah pengangguran di Thailand adalah tiga kali lebih serius dari masalah pengangguran Amerika Serikat. Pada dasarnya, menentukan jumlah pengangguran merupakan masalah yang rumit dalam usaha untuk menentukan tingkat pengangguran. Apa lagi apabila hal itu dilakukan di negara Indonesia atau di Amerika Serikat yang jumlah penduduknya melebihi 200 juta orang. Pada umumnya jumlah pengangguran pada suatu bulan tertentu ditentukan dengan melakukan survei secara sempel, dan mengemukakan pertanyaan mengenai apakah seseorang yang termasuk dalam golongan angkatan kerja, sedang mencari pekerjaan, atau mempunyai pekerjaan.
Di Amerika Serikat, seseorang digolongkan sebagai penganggur apabila:
a. Sedang mecari pekerjaan tetapi selama 4 minggu sebelumnya tidak mempunyai pekerjaan,
b. Masih belum bekerja tetapi akan memulai kerja dalam masa 4 minggu, dan
c. Untuk sementara diberhentikan kerja tetapi akan digunakan lagi oleh majikannya lama dalam waktu 4 minggu.
Golongan penduduk yang tergolong sebagai angkatan kerja adalah penduduk yang berumur di antara 15-64 tahun, kecuali:
a. Ibu rumah tangga,
b. Penduduk muda yang dalam lingkungan umur tersebut yang masih sekolah,
c. Orang yang belum mencapai umur 65 tahun tetapi sudah pensiun dan tidak mau bekerja lagi, dan
d. Pengangguran sukarela, yaitu golongan penduduk dalam lingkungan umur tersebut yang tidak secara aktif mencari pekerjaan.[4]
2. Jenis-jenis Pengangguran
Berikut adalah beberapa jenis-jenis pengangguran, diantaranya:
a. Pengangguran Friksional (Frictional Unemployment)
Pengangguran Friksional merupakan pengangguran yang terjadi sebagai hasil dari pergerakan individual antara bekerja dan mencari pekerjaan baru.[5]
Istilah lain pengangguran friksional adalah pengangguran mencari (search unemployment)  yang berarti suatu jenis pengangguran yang disebabkan oleh tindakan seorang pekerja untuk meninggalkan kerjaannya dan mencari kerja yang lebih baik atau yang lebih sesuai dengan keinginannya. Seorang guru di Medan, misalnya, berhenti bekerja karena mengikuti suaminya yang dipindahkan ke Jakarta. Di tempat yang baru ini guru tersebut mencari kerja. Kasus ini menggambarkan berlakunya pengangguran friksional. Dalam prakteknya yag digolongkan sebagai pengangguran friksional meliputi jenis pengangguran yang lebih banyak daripada yang dinyatakan dalam definisi.
Terdapat tiga golongan penganggur yang dapat diklasifikasikan sebagai pengangguran friksional:
a). Tenaga kerja yang baru pertama kali mencari kerja
Contoh: Pelajar dan sarjana yang baru menyelesaikan studinya akan secara aktif mencari kerja.
b). Pekerja yang meninggalkan kerja dan mencari kerja baru
Contoh: Seseorang yang meninggalkan pekerjaannya untuk mencari pekerjaan yang lebih sesuai pribadinya atau untuk mendapatkan gaji yang lebih tinggi.
c). Pekerja yang memasuki lagi pasaran buruh
Contoh: Seorang wanita yang bekerja mengandung anak pertamanya dan memutuskan untuk berhenti kerja. Setelah anaknya berumur beberapa bulan ia memutuskan untuk mencari kerja kembali.[6]

b. Pengangguran Struktural (Structural Unemployment)
Pengangguran struktural adalah jenis pengangguran yang terjadi sebagai akibat adanya perubahan di dalam struktur pasar tenaga kerja yang menyebabkan terjadinya ketidaksesuaian antara penawaran dan permintaan tenaga kerja.[7]
Adapun pengangguran struktural merupakan pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan ekonomi dimana perekonomian yang mengalami pertumbuhan akan selalu berlaku keadaan dimana beberapa industri dan perusahaan berkembang dengan cepat dan beberapa kegiatan ekonomi lainnya mengalami kemunduran. Kemunduran yang berlaku di beberapa industri ini tidaklah dapat dipandang sebagai kemerosotan kegiatan ekonomi yang berlaku.
Sumber utama yang menjadi penyebab berlakunya pengangguran struktural, diantaranya:
1)   Perkembangan Teknologi
       Sebelum industri komputer berkembang terdapat permintaan yang besar tehadap mesin tik dan permintaan tersebut mengembangkan industri ini. Dengan penggunaan komputer yang semakin meluas, permintaan ke atas mesin tik berkurang dan industrinya mengalami kemunduran.
2)   Persaingan dari Luar Negeri
       Pengangguran yang disebabkan oleh persaingan dari luar negeri seperti halnya ekspor pakaian, sepatu dan barang konsumen yang murah dari Asia ke negara-negara Eropa dan Amerika menimbulkan pengangguran struktural di negara-negara tersebut. Keadaan ini mendorong mereka untuk membatasi impor barang-barang seperti itu ke negara mereka.
3) Kemunduran perkembangan ekonomi suatu kawasan sebagai akibat dari pertumbuhan yang pesat di kawasan lain.
       Sebagai contoh kasus di Semenanjung Malaysia. Sebelum dibangun jalan tol diantara Singapura ke perbatasan Thaialand, bus maupun kendaraan lain harus meliputi jalan-jalan ynag lama yang melalui kota-kota kecil di Semenanjung Malaysia. Sebagai akibatnya restoran, penjual makanan lain dan penjual kerajinan tangan di berbagai kota-kota tersebut menjadi berkembang. Dengan adanya tol tersebut kendaraan yang melakukan perjalanan di Semenanjung malaysia pada kebanyakan tidak lagi melalui kota-kota tersebut dan menimbulkan kemuunduran dalam beberapa kegiatan ekonomi.[8]

c. Pengangguran Alamiah (Natural Unemployment)
            Pengangguran alamiah atau lebih dikenal sebagai tingkat pengangguran alamiah adalah tingkat pengagguran yang terjadi pada kesempatan kerja penuh. Kesempatan kerja penuh adalah keadaan dimana di sekitar 95% dari angkatan kerja dalam suatu waktu tertentu sepenuhnya bekerja. Maksudnya, angka 95% itu adalah merupakan suatu ukuran kasar saja dan pada hakikatnya mengatakan apabila pengangguran dalam suatu perekonomian mencapai 5%, maka perekonomian tersebut sudah dapat dianggap mencapai kesempatan kerja penuh.
Adapun tingkat pengangguran alamiah (natural rate of unemployment) didefinisikan sebagai tingkat pengangguran yang tidak memacu inflasi (NAIRU/ nonaccelerating inflation rate of unemployment) karena tingkat pengangguran yang berkaitan dengan keseimbangan makroekonomi dimana tingkat inflasi yang diharapkan sama dengan tingkat inflasi aktual yang mana pengangguran alamiah terdiri atas pengangguran friksional dan struktural.[9]

3. Penyebab Terjadinya Pengangguran
Beberapa hal yang menyebabkan terjadinya pengangguran, diantaranya:
a.    Pertumbuhan penduduk yang tinggi
Ketidakseimbangan antara pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi dengan kemampuan perekonomian menyediakan lapangan pekerjaan akan menyebabkan terjadinya pengangguran.
b.   Rendahnya laju investasi produktif
Rendahnya investasi di Negara berkembang merupakan salah satu penyebab rendahnya kesempatan kerja yang tersedia bagi masyarakat. Meskipun sumber daya alam yang dimiliki melimpah, tetapi kapasitas produksi dan sumber daya yang ada belum digunakan secara penuh (underemployment).
c.    Siklus bisnis yang melemah
Siklus bisnis secara actual di ukur dari GNP riil yang merupakan nilai pasar dari barang dan jasa yang dihasilkan selama satu tahun. Pada saat puncak kegiatan bisnis, kebutuhan akan tenaga kerja sangat besar sehingga pada kondisi ini jumlah pengangguran relative rendah atau sebaliknya.
d.   Rendahnya kualitas pendidikan masyarakat.
Pengangguran dapat terjadi karena masyarakat tidak mampu memanfaatkan kesempatan kerja yang tersedia. Ketidakmampuan dalam memanfaatkan kesempatan kerja tersebut, salah satunya disebabkan oleh ketidaksesuaian keahlian yang dibutuhkan dengan keahlian tenaga kerja yang dimiliki.
e.    Strategi industry yang labor saving
Kemajuan teknologi yang terjadi di satu sisi mengakibatkan jumlah output yang mampu dihasilkan dan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, kemajuan teknologi kadang juga diikuti dengan penghematan penggunaan tenaga kerja (labor saving) pada suatu proses produksi dan menggunakan modal secara intensif yang pada akhirnya akan menimbulkan pengangguran.

4. Dampak Pengangguran
            Pengangguran yang terjadi di dalam suatu perekonomian dapat membawa dampak atau akibat buruk, baik terhadap perekonomian maupun individu dan masyarakat.
1) Dampak Pengangguran terhadap Perekonomian
a. Pengangguran menyebabkan masyarakat tidak dapat memaksimumkan tingkat kesejahteraan yang mungkin dicapainya.
b. Pengangguran menyebabkan pendapatan pajak pemerintah berkurang. Pengangguran yang disebabkan oleh rendahnya tingkat kegiatan ekonomi, pada gilirannya akan menyebabkan pendapatan pajak yang mungkin diperoleh pemerintah akan semakin sedikit. Dengan demikian, tingkat pengangguran yang tinggi akan mengurangi kemampuan pemerintah  dalam menjalankan berbagai kegiatan pembangunan.
c. Pengangguran ynag tinggi akan menghamba, dalam arti tidak akan menggalakkan pertumbuhan ekonomi. Pengangguran menimbulkan dua akibat buruk kepada kegiatan sektor swasta. Pertama, pengangguran tenaga kerja biasanya akan diikuti pula dengan oleh kelebihan kapasitas mesin-mesin perusahaan. Keadaan ini jelas akan mendorong perusahaan untuk melakukan investasi di masa yang akan datang. Kedua, pengangguran yang timbul sebagai akaibat dari kelesuan kegiatan perusahaan menyebabkan keuntungan berkurang. Keuntungan yang rendah mengurangi keinginan perusahaan untuk melakukan investasi.[10]
2) Dampak Pengangguran Terhadap Individu dan Masyarakat
a. Pengangguran menyebabkan kehilangan mata pencaharian dan pendapatan. Di negara maju, para penganggur memperoleh tunjangan (bantuan keuangan) dari badan asuransi pengangguran, dan oleh sebab itu, mereka masih mempunyai pendapatan untuk membiayai kehidupannya dan keluargannya. Mereka tidak perlu bergantung kepada tabungan atau bantuan orang lain. Sebaliknya, di negara-negara berkembang tidak terdapat program asuransi pengangguran, dan karenannya, kehidupan penganggur harus dibiayai oleh tabungan masa lalu atau pinjaman/bantuan keluarga dan teman-teman. Keadaan ini potensial mengakibatkan pertengkaran dan kehidupan kelluarga yang tidak harmonis.
b. Pengangguran dapat mengakibatkan kehilangan atau berkurangnya keterampilan. Keterampilan dalam mengerjakan sesuatu pekerjaan hanya dapat dipertahankan apabila keterampilan tersebut digunakan dalam praktek. Pengangguran dalam kurun waktu yang lama akan menyebabkan tingkat keterampilan (skills) pekerja menjadi semakin merosot.
c. Pengangguran dapat pula menimbulkan ketidak-stabilan sosial dan politik. Kegiatan ekonomi yang lesu dan pengangguran ynag tinggi dapat menimbulkan rasa tidak puas masyarakat kepada pemerintah yang berkuasa. Golongan yang berkuasa akan semakin tidak populer dimata masyarakat, dan berbagai tuntutan dan kritik akan dilontarkan kepada pemerintah dan adakalanya hal itu disertai pula dengan tindalkan demonstrasi dan huru hara. Kegiatan-kegiatan kriminal seperti pencurian dan perampokan, dan lain sebagainya akan semakin meningkat.

5. Kebijakan Pemerintah
Adanya bermacam-macam pengangguran membutuhkan berbagai cara untuk mengatasinya yang disesuaikan dengan jenis pengangguran yang terjadi, yaitu;
Untuk mengatasi Pengangguran Struktural, cara yang digunakan adalah:
a.  Peningkatan mobilitas modal dan tenaga kerja.
b.  Segera memindahkan kelebihan tenaga kerja dari tempat dan sector yang kelebihan ke tempat dan sektor ekonomi yang kekurangan.
c.  Mengadakan pelatihan tenaga kerja untuk mengisi formasi kesempatan (lowongan) kerja yang kosong.[11]
Dalam hal ini program pelatihan kembali di A.S telah dilakukan dengan cukup berhasil. Bantuan dana relokasi telah digunakan dengan berhasil di negara-negara seperti Swedia tetapi belum pernah  diterapkan di A.S. Menurut  standart internasional penurunan tingkat pengangguran keseluruhan di A.S selama masa pemulihan dari resesi berat awal tahun 1980-an sangat mengesankan. Tetapi ketidakmerataan pada angka pengangguran menunjukkan bahwa beberapa masalah struktural yang parah akan tetap ada meskipun secara keseluruhan ekonomi berada dekat tingkat kesempatan kerja penuh.[12]
d. Segera mendirikan industri padat karya di wilayah yang mengalami pengangguran.
Untuk mengatasi Pengangguran Friksional, cara yang digunakan sebagai berikut :
a.  Perluasan kesempatan kerja dengan cara mendirikan industri-industri baru, terutama yang bersifat padat karya.
b. Menggalakkan pengembangan sektor informal, seperti home industry.
c. Menggalakkan program transmigrasi untuk menyerap tenaga kerja di sektor agraris dan sektor formal lainnya.
d. Pembukaan proyek-proyek umum oleh pemerintah, seperti pembangunan jembatan, jalan raya, PLTU, PLTA, dan lain-lain sehingga bisa menyerap tenaga kerja secara langsung maupun untuk merangsang investasi baru dari kalangan swasta.

B. INFLASI
1. Pengertian Inflasi
     Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum secara terus-menerus. Sedangkan kebalikan dari inflasi adalah deflasi, yaitu penurunan harga secara terus menerus, akibatnya daya beli masyarakat bertambah besar, sehingga pada tahap awal barang-barang menjadi langka, akan tetapi pada tahap berikutnya jumlah barang akan semakin banyak karena semakin berkurangnya daya beli masyarakat. Sedangkan lawan dari inflasi adalah deflasi, yaitu manakala harga-harga secara umum turun dari periode sebelumnya (nilai inflasi minus).
Akibat dari inflasi secara umum adalah menurunnya daya beli masyarakat karena secara riel tingkat pendapatannya juga menurun. Jadi, misalkan besarnya inflasi pada tahun yang bersangkutan naik sebesar 5%, sementara pendapatan tetap, maka itu berarti secara riel pendapatan mengalami penurunan sebesar 5% yang akibatnya relative akan menurunkan daya beli sebesar 5%. [13] Berdasarkan berbagai definisi yang telah dikemukakan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa secara umum Inflasi adalah suatu gejala naiknya harga secara terus-menerus (berkelanjutan) terhadap sejumlah barang. Kenaikan yang sifatnya sementara tidak dikatakan inflasi dan kenaikan harga terhadap satu jenis komoditi juga tidak dikatakan inflasi.
            Berkaitan dengan inflasi, ada tiga hal yang perlu difahami yaitu inflasi (inflation) itu sendiri, tingkat inflasi (inflation rate) dan indeks harga (price index). Inflasi itu sendiri pada dasarnya adalah tingkat perubahan harga-harga, sedangkan tingkat inflasi adalah akumulasi dari inflasi-inflasi terdahulu, atau persentase perubahan didalam tingkat harga. Adapun indeks harga itu sendiri mengukur biaya dari sekelompok barang tertentu sebagai persentase dari kelompok yang sama pada periode dasar (base period). Secara umum, dikenal ada tiga indeks harga (price index), yaitu (1). GDP deflator, (2). Indeks harga konsumen (IHK), dan indeks harga produsen (IHP)[14]
2. Jenis Inflasi
a. Menurut sifatnya
Berdasarkan sifatnya inflasi di bagi menjadi 3 kategori, yaitu sebagai berikut:
·      Inflasi merayap/rendah (creeping Inflation), yaitu inflasi yang besarnya kurang dari 10% pertahun.
·      Inflasi menengah (galloping inflation), besarnya antara 10-30% pertahun. Inflasi ini biasanya ditandai oleh naiknya harga-harga secara cepat dan relative besar. Angka inflasi pada kondisi ini biasanya disebut inflasi 2 digit, misalnya 15%, 20%, 30% dan sebagainya.
·      Inflasi berat (high inflation, yaitu inflasi yang besarnya 30-100% pertahun. Dalam kondisi ini harga-harga secara umum naik dan bahkan menurut istilah ibu-ibu rumah tangga harga berubah.
·      Inflasi sangat tinggi (hyper inflation), yaitu inflasi yang ditandai oleh naiknya harga secara drastis hingga mencapai 4 digit (diatas 100%). Pada kondisi ini masyarakat tidak ingin lagi menyimpan uang, karena nilainya merosot sangat tajam, sehingga lebih baik ditukarkan dengan barang.

b. Berdasarkan Sebabnya
·      Demand Pull Inflation. Inflasi ini timbul karena adanya permintaan keseluruhan yang tinggi di satu pihak, di pihak lain kondisi produksi telah mencapai kesempatan kerja penuh (full employment), akibatnya adalahsesuai dengan hukum permintaan, bila permintan banyak sementara penawaran tetap, maka harga akan naik. Dan bila hal ini berlangsung secara trus-menerus akan mengakibatkan inflasi yang berkepanjangan. Oleh karena itu, untuk mengatasinya diperlukan adanya pembukaan kapasitas produksi baru dengan penambahan tenaga kerja baru.
·      Cost Push Inflation. Inflasi ini disebabkan turunnya produksi karena naikknya biaya produksi (naiknya biaya produksi dapat terjadi karena tidak efisiennya perusahaan, nilai kurs mata uang negara yang bersangkutan jatuh / menurun, kenaikkan harga bahan baku industri, adanya tuntutan kenaikan upah dari serikat buruh yang kuat dan sebagainya). Akibat naiknya biaya produksi, maka dua hal yang bisa dilakukan oleh produsen, yaitu: pertama, langsung menaikkan harga produknya dengan jumlah penawaran yang sama, atau harga produknya naik (karena tarik menarik permintaan dan penawaran) karena penurunan jumlah produksi.

c. Berdasarkan Asalnya
            Berdasarkan asalnya inflasi dibagi menjadi dua, yaitu pertama inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation) yang timbul karena terjadinya defisit dalam pembiayaan dan belanja Negara yang terlihat pada anggaran belanja Negara. Untuk mengatasinya biasanya pemerintah mencetak uang baru. Selain itu harga-harga naik dikarenakan musim paceklik (gagal panen), bencana alam yang berkepanjangan dan sebagainya. Kedua inflasi yang berasal dari luar negeri. Karena Negara-negara yang menjadi mitra dagang suatu Negara mengalami inflasi yang tinggi, dapatlah diketahui bahwa harga-harga barang dan juga ongkos produksi relative mahal, sehingga bila terpaksa Negara lain harus mengimpor barang tersebut maka harga jualnya didalam negeri tentu saja bertambah mahal. [15]

3. Dampak Inflasi
            Inflasi umumnya memberikan dampak yang kurang menguntungkan dalam perekonomian. Akan tetapi, sebagaimana dalam salah satu prinsip ekonomi bahwa dalam jangka pendek ada trade off antara inflasi dan pengangguran menunjukkan bahwa inflasi dapat menurunkan tingkat pengangguran, atau inflasi dapat dijadikan salah satu cara untuk menyeimbangkan perekonomian Negara, dan sebagainya. Secara khusus dapat diketahui beberapa dampak baik negative maupun positif dari inflasi adalah sebagai berikut.
1.  Bila harga barang secara umum naik terus-menerus, maka masyarakat akan panik, sehingga perekonomian tidak berjalan normal, karena disatu sisi ada masyarakat yang berlebihan uang memborong barang, sementara yang kekurangan uang tidak bisa membeli barang, akibatnya Negara rentan terhadap segala macam kekacauan yang ditimbulkan.
2.  Sebagai akibat dari kepanikan tersebut, maka masyarakat cenderung untuk menarik tabungan guna membeli dan menumpuk barang sehingga banyak bank di rush, akibatnya bank kekurangan dana dan berdampak pada tutup atau bangkrut, atau rendahnya dana investasi yang tersedia.
3.  Produsen cenderung memanfaatkan kesempatan kenaikkan harga untuk memperbesar keuntungan dengan cara mempermainkan harga di pasaran, sehingga harga akan terus menerus naik.
4. Distribusi barang relative tidak adil karena adanya penumpukkan dan konsentrasi produk pada daerah yang masyarakatnya dekat dengan sumber produksi dan yang masyarakat memiliki banyak uang.
5. Bila inflasi berkepanjangan, maka produsen banyak yang bangkrut karena produknya relative akan semakin mahal tidak ada yang mampu membeli.
6.  Jurang antara kemiskinan dan kekayaan masyarakat semakin nyata yang mengarah pada sentimen dan kecemburuan ekonomi yang dapat berakhir pada penjarahan dan perampasan.
7.  Dampak positif dari inflasi adalah bagi pengusaha barang-barang mewah (high end) yang mana barangnya lebih laku pada saat harganya semakin tinggi (masalah prestise)
8.  Masyarakat akan semakin selektif dalam mengkonsumsi, produksi akan diusahakan seefisien mungkin dan konsumtifisme dapat ditekan.
9.  Inflasi berkepanjangan dapat menumbuhkan industri kecil dalam negeri menjadi semakin dipercaya dan tangguh.
10.Tingkat pengangguran cenderung akan menurun karena masyarakat akan tergerak untuk melakukan kegiatan produksi dengan cara mendirikan atau membuka usaha[16]
            Dalam kaitan dengan dampak inflasi atau akibat inflasi, McKinnon (1973) mengemukakan bahwa inflasi cenderung memperendah tingkat bunga riil menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan di pasar modal. Hal ini akan menyebabkan penawaran dana untun investasi menurun, dan sebagai akibatnya, investasi sector swasta tertekan sampai kebawah tingkat keseimbangannya, yang di sebabkan oleh terbatasnya penawaran dana yang dapat dipinjamkan (loanable funds). Oleh karena itu, selama inflasi menuntun kea rah tingkat bunga riil yang rendah dan ketidakseimbangan pasar modal, maka inflasi tersebut akan menurunkan investasi dan pertumbuhan. Apa yang dikemukakan oleh McKinnon ini sesungguhnya merupakan tanggapan terhadap pendapat Robert Mundell yang mengatakan bahwa inflasi itu memiliki dampak yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi[17].


4. Sebab-sebab Timbulnya Inflasi
Berikut adalah beberapa sebab yang menimbulkan inflasi, yaitu:
a.    Tingkat permintaan barang dan jasa yang meningkat namun persediaan barang dan jasa terbatas
b.    Kenaikan harga bahan dan biaya produksi
c.    Tuntutan kenaikan upah dari pekerjaan
d.   Kenaikan harga barang impor
e.    Penambahan penawaran uang dengan cara mencetak uang baru
f.     Kekacauan politik dan ekonomi seperti yang pernah terjadi di Indonesia tahun 1998
Dalam hal ini, faktor utama yang menyebabkan krisis moneter tahun 1998 yaitu faktor politik. Pada tahun 1998 krisis ekonomi bercampur kepanikan politik luar biasa saat rezim Soeharto hendak tumbang. Begitu sulitnya merobohkan bangunan rezim Soeharto sehingga harus disertai pengorbanan besar berupa kekacauan (chaos) yang mengakibatkan pemilik modal dan investor kabur dari Indonesia. Pelarian modal besar-besaran (flight for safety) karena kepanikan politik ini praktis lebih dahsyat daripada pelarian modal yang dipicu oleh pertimbangan ekonomi semata (flight for quality). Karena itu, rupiah merosot amat drastis dari level semula Rp 2.300 per dollar AS (pertengahan 1997) menjadi level terburuk Rp17.000 per dollar AS (Januari 1998).
g.    Uang yang beredar terlalu banyak[18]
5. Kebijakan Pemerintah
Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter umumnya dianggap sebagai kebijakan untuk mengelola sisi permintaan akan barang dan jasa dalam suatu perekonomian. Kedua kebijakan ini menyangkut masalah pengelolaan permintaan dengan tujuan untuk mempertahankan produksi nasional suatu perekonomian atau suatu negara yang mendekati kesempatan kerja penuh (full employment) dan juga mempertahankan tingkat harga barang dan jasa pada tingkat yang sudah tercapai sekarang. Apabila terdapat kelebihan permintaan di atas penawaran akan dapat menimbulkan inflasi, sedangkan apabila terdapat kelebihan penawaran di atas permintaan akan terjadi deflasi dan pengangguran.
Pemerintah dapat mempengaruhi permintaan dalam perekonomian dengan menggunakan kebijakan fiskal yaitu dengan cara meningkatkan dan mengurangi pengeluaran pemerintah dan subsidi, meningkatkan dan mengurangi tingkat pajak, sedangkan dengan kebijakan moneter pemerintah dapat mengurangi atau menambah jumlah uang yang beredar, atau dengan campuran dua kebijakan itu yaitu dengan mengubah pengeluaran, pengenaan pajak ataupun jumlah uang yang beredar secara bersama-sama.

C. Hubungan Pengangguran dan Inflasi
Ada suatu hubungan terbalik antara tingkat inflasi dan tingkat pengangguran dalam suatu perekonomian. Semakin banyak pengusaha memperluas kesempatan kerja semakin dia harus membayar dengan faktor tertentu produksi dan pembayaran lebih banyak faktor produksi peningkatan biaya produksi unit akan diamati dan dalam rangka mempertahankan profitabilitas produk pengusaha akan mengembang harga produk tersebut. Sebuah proses serupa akan diamati di seluruh perekonomian ketika pemerintah bermaksud untuk menciptakan pekerjaan. Harga produk atau jasa, di mana tenaga kerja terinstal, akan meningkat sehingga kenaikan tingkat inflasi akan terlihat melalui ekonomi luar.
Dapat disimpulkan dari penjelasan tersebut di atas bahwa ketika pemerintah berniat untuk menurunkan tingkat pengangguran yang harus menanggung kenaikan tingkat inflasi dalam perekonomian nasionalyang berbeda antara inflasi dan pengangguran jumlah orang yang menganggur adalah jumlah orang di negara yang tidak memiliki pekerjaan dan yang tersedia untuk bekerja pada tingkat upah pasar saat ini. Ini dengan mudah dapat diubah menjadi persentase dengan mengaitkan jumlah pengangguran,dengan jumlah orang dalam angkatan kerja.[19]

A.  Permasalahan Pengangguran dan Inflasi di Indonesia
1.         Pengangguran di Indonesia
Membaiknya beberapa indikator ekonomi seperti pulihnya nilai tukar Rupiah terhadap dolar, menguatkan bursa saham, nilainya harga obligasi, inflasi yang mengalami penurunan dan cadangan devisa yang naik, memicu obtimisme pasar finansial.
Tetapi masyarakat tidak merasakan dampak dari perkembangan ekonomi ini, setelah kenaikan BBm sebesar 126%, daya beli masyarakat menurun, daya beli masyarakat menurun, investasi dalam negeri rendah dan penganggur terus naik.
Pada bulan oktober 2005 terdapat sebanyak 106,9 juta angkatan kerjadan 95,3 juta diantaranya bekerja serta 11,6 juta orang penganggut. Selama periode agustus 2004-oktober 2005, jumlah angkata kerja bertambah sekitar 2,9 juta, sementara dalam periode yang sama jumlah pertambahan tenaga kerja yang terserap hanya 1,6 juta orang. Perkembangan ini dalam jelas menujukkan bahwa kesempatan kerja adalah masalah yang serius di indonesia.
Masalah pengangguran ini kian lama kian mencemaskan katena jumlah pengangguran dalam beberapa tahun belakangan ini meningkat dengan jmlah yang relatif besar. Pada tahun 2001, jumlah pengangguran telah mencapai 8,0 juta orang (8,10% dari angkatan kerja). Kemudian tahun 2002 meningkat menjadi 9,1 juta (9,06%), tahun 2003 mencapai 9,8 juta (9,57%), tahun 2004 mencapai 10,3 juta(9,86%) dan pada tahun 2005 mencapai 10,9 juta (10,26%).
Pada tahun 2005 juga, ekonomi Indonesia mengalami perumbuhan di atas 5% dan dalam tahun 2006 ini asumsi pertumbuhan ekonomi di atas 5% tampaknya masih dapat diwujudkan. Yang menjadi pertanyaan, apakah pertumbhan ekonomi tersebut pro-penciptaan lapangan kerja atau sebaiknya?pertanyaan ini semakin nyaring kedengarannya katena dalam beberapa bulan terakhir ini semakin sering terdengar atau diberitakan bahwa beberapa perusahaan berencana mengurangi jumlah karyawannya karena berbagai hal. Alasan yang paling menonjol adalah ketidakmampuan perusahaan bersangkutan bersaing di pasar internasional dan pasat lokal sebagai akibat meningkatnya biaya energi dan belum turunnya biaya yang seharusnya tidak perlu seperti halnya biaya yang berkaitan dengan birokrasi.
Laju Pertumbuhan Indonesia
Bulan Tahun
Tingkat Inflasi
2001
1,60%
2001
3,80%
2003
4,30%
2004
  
triwulan. I-2005
6,40%
triwulan. II-2005
5,50%
triwulan. III-2005
5,30%
triwulan. IV-2005
4,90%
triwulan. I-2006
4,60%
            Sumber: Bank Indonesia
Masalah utama dan mendasar dalam ketenagakerjaan di Indonesia adalah masalah upah yang rendah dan tingkat pengangguran yang tinggi. Hal tersebut disebabkan karena, pertambahan tenaga kerja baru jauh lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan lapangan kerja yang dapat disediakan.
Salah satu faktor yang mengakibatkan tingginya angka pengangguran di negara kita adalah terlampau banyak tenaga kerja yang diarahkan ke sektor formal sehingga ketika mereka kehilangan pekerjaan di sektor formal, mereka kelabakan dan tidak bisa berusaha untuk menciptakan pekerjaan sendiri di sektor informal.

2.             Inflasi di Indonesia
Permasalah inflasi di Indonesia terjadi pada bulan januari 2006 lebih disebabkan oleh inflasi dalam valatile foods. Seiring dengan datangnya musim panen di beberapa daerah pada bulan februari, maret, dan april 2006, harga bahan makanan seperti beras, bumbu-bumbuan, sayur-sayuran, daging, dan telur ayam ras dan lainnya mengalami penurunan dibanding bulan januari 2006. Laju inflasi pada bulan februari, maret dan april 2006 masing-masing sebesar 0,58%, 0,003% dan 0,005%, atau inflasi y-o-y (year of year-inflasi tahunan) masing-masing sebesar 17,92%, 15,74% dan 15,40%. Sementara itu inflasi inti pada bulan februari, maret, dan april masing-masing mencapai 0,63%, 0,28% dan 0,32%.
Pada bulan mei 2006 beberapa kelompok barang menunjukkan peningkatan indeks harga antara 0,07% sampai dengan 2,03%. Peningkatan tertinggi terjadi pada kelompok sedang, dan terendah terjadi pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga. Beberapa komoditas yang mengalami kenaikan cukup tajam antara lain adalah emas perhiasan, bawang putih, beras, daging ayam ras, tarif kontrak rumah, bensin untuk industri dan lainnya. Dengan meningkarnya harga barang-barang tersebut laju inflasi bulan mei 2006 mencapai 0,37% atau y-o-y sebesar 15,60%. Sedangkan inflasi inti pada bulan mei tercatat sebesar 0,44%.
Menurut gubernur bank indonesia, meredanya tekanan inflasi disebabkan oleh penundaan kenaikan tarif dasar listrik dan nilai tukar rupiah serta masih melemahnya inflasi yang bersumber dari interaksi antara permintaan dan penawaran.




Laporan Inflasi
Berdasarkan perhitungan inflasi tahunan
Bulan Tahun
Tingkat Inflasi
Juni 2006
15,53%
Mei 2006
15,60%
April 2006
15,40%
Maret 2006
15,74%
Februari 2006
17,92%
Januari 2006
17,03%
Desember 2005
17,11%
Nopember 2005
18,38%
Oktober 2005
17,89%
September 2005
9,06%
Agustus 2005
8,33%
Juli 2005
7,84%
Juni 2005
7,42%
Mei 2005
7,40%
April 2005
8,12%
Maret 2005
8,81%
Februari 2005
7,15%
Januari 2005
7,32%
Desember 2004
6,40%
Nopember 2004
6,18%
2003
5,10%
2002
10,00%
2001
12,60%
             Sumber: Bank Indonesia
Untuk menanggulangi terjadinya inflasi BI bisa melakukan Kebijakan uang ketat meliputi :
1    1. Peningkatan tingkat suku bunga                     3. Peningkatan cadangan kas
2  2.  Penjualan surat berharga (SBI)                       4. Pengetatan pemberian kredit[20]



[1] Sadono Sukirno, Makro Ekonomi Modern, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2000), hlm. 472
[2] Muana Nanga,  Makro Ekonomi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), hlm. 249
[3] Benyamin Molan, Prinsip-prinsip Ekonomi Makro, (Jakarta: PT Indeks, 2004) hlm. 50

[4] Sadono Sukirno, Makro Ekonomi Modern, hlm. 473
[5] Muana Nanga, Makro Ekonomi, hlm. 250
[6] Sadaono sukirno, Makro Ekonomi Modern, hlm. 476-477
[7] Muana Nanga, Makro Ekonomi, hlm. 250

[8] Sadono Sukirnno, Makro Ekonomi Modern, hlm. 476-477
[9] Muana Nanga, Makro Ekonomi, hlm. 250-251

[10] Ibid, 254
[11] Herlambang, dkk. Ekonomi Makro, (Jakarta : PT. Gramedia Utama Pustaka, 2002), hlm. 143
[12] Agus Maulana, Pengantar Makro Ekonomi, (Jakarta: Binapura Aksara, 1992, hlm. 347

[13] Iskandar Putong,. Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro. (Jakarta: Ghazali Indonesia, 2000), hlm. 254
[14] Muana Nanga, Makroekonomi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005) hlm. 238
[15] Iskandar Putong,  hlm. 260-261
[16] Ibid, hlm. 263-264
[17] Muana Nanga, hlm. 248
[18] Ibid, 238
[19] Ibid, 256
[20] http://farida-datakuliah.blogspot.co.id/2011/12/perekonomian-indonesiainflasi-dan.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Larangan Menjual Buah-buahan Sebelum Matang

Cara Menentukan Nisbah Bagi Hasil

Teori Penawaran Islami