Teori Penawaran Islami
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori
Penawaran Islami
Penawaran (supply), dalam ilmu ekonomi adalah banyaknya barang atau jasa yang tersedia dan dapat ditawarkan oleh produsen
kepada konsumen pada setiap tingkat harga selama periode waktu tertentu. Jadi Penawaran dapat didefinisikan yaitu
banyaknya barang yang ditawarkan oleh penjual pada suatu pasar tertentu, pada
periode tertentu, dan pada tingkat harga tertentu.
Hukum penawaran menerangkan apabila harga sesuatu
barang meningkat, kuantitas barang ditawar akan meningkat dan apabila harga
sesuatu barang menurun, kuantitas barang yang ditawar akan menurun (Ceteris
paribus yaitu berlaku dengan adanya persyaratan tertentu atau berlaku bila
keadaan lainnya tidak berubah) Hukum ini menunjukkan wujud hubungan positif
antara tingkat harga dan kuantitas barang yang ditawar. Hal ini disebabkan
karena harga yang tinggi memberi keuntungan yang lebih kepada produsen, jadi
produsen akan menawarkan lebih banyak barang. Harga yang tinggi, menyebabkan
produsen berpendapat barang tersebut sangat diminta oleh konsumen tetapi
penawarannya kurang di pasaran. Produsen akan menambahkan penawaran untuk
memenuhi permintaan.
Islam mengajarkan umatnya untuk kaya. al-Qur'an dan Sunnah baginda nabi
Muhammad tidak ada yang mengajarkan umatnya untuk miskin, lebih-lebih
meminta-minta, yang ada adalah ajaran-ajaran yang mengisaratkan untuk selalu
hidup berkecukupan.
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ
وَالْمُؤْمِنُونَ
"Dan katakanlah, bekerjalah
kamu, karena Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman akan melihat
pekerjaan itu."
Perintah untuk bekerja tidak lain adalah supaya mampu
menjalani hidup menuju tatanan yang sakinah, mawaddah wa rohmah. Untuk itu,
bekerja dipastikan untuk mencari keuntungan, keuntungan didasarkan dari nilai
tawar yang diberikan. Artinya, Islam tidak serta merta mengajarkan untuk
bekerja saja, akan tetapi juga untuk untung dalam bekerja.[1]
Ibnu Taimiyah, mengistilahkan
penawaran sebagai ketersediaan barang di pasar. Dalam pandangannya, penawaran
dapat berasal dari impor dan diproduksi lokal kegiatan ini dilakukan oleh
produsen maupun penjual. Faktor-faktor Penawaran dalam Islam, diantaranya:
1.
Mashlahah
Pengaruh mashlahah terhadap penawaran pada dasarnya akantergantung pada tingkat keimanan adri produsen। jika jumlah mashlahah yang terkandung dalam barang yang diproduksi semakin meningkat maka produsen muslim akan memperbanyak jumlah produksinya cateris paribus.
Pengaruh mashlahah terhadap penawaran pada dasarnya akantergantung pada tingkat keimanan adri produsen। jika jumlah mashlahah yang terkandung dalam barang yang diproduksi semakin meningkat maka produsen muslim akan memperbanyak jumlah produksinya cateris paribus.
2.
Keuntungan
Keuntungan meupakan bagian dari mashlahah karenan ia dapat mengakumulasi modal yang pada akhirnya dapat digunakan untuk berbagai aktivitas lainnya dengan kata lain. keuntungan akan menjadi tambahan modal guna memperoleh maslahah lebih besar lagi untuk mencapai falah.
Keuntungan meupakan bagian dari mashlahah karenan ia dapat mengakumulasi modal yang pada akhirnya dapat digunakan untuk berbagai aktivitas lainnya dengan kata lain. keuntungan akan menjadi tambahan modal guna memperoleh maslahah lebih besar lagi untuk mencapai falah.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran dalam Islam dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain:
a.
Harga Barang/Jasa
Ketika harga naik, penjual akan menambah jumlah barang karena ingin
memperoleh keuntungan yang besar. Ketika harga
turun, penjual akan mengurangi jumlah barang yang dijualnya karena takut
mengalami kerugian.
b.
Harga Input/Biaya Produksi
Harga
input turut mempengaruhi kuantitas yang ditawarkan. Ketika harga tenaga kerja,
modal, bahan baku, dan bahan pembantu naik, produsen akan terdorong untuk
mengurangi kuantitas yang ditawarkan karena menanggung biaya yang lebih besar.
c.
Teknologi Produksi
Teknologi produksi yang digunakan ikut mempengaruhi kuantitas yang ditawarkan
sehingga mempengaruhi penawaran.
d.
Ekspektasi Penjual/Produsen
Jika penjual memperkirakan harga barang tersebut akan naik, maka ia akan
menambah kauntitas barang tersebut. Begitu juga sebaliknya, jika produsen
memperkirakan harga barang akan turun, maka ia akan mengurangi kuantitas barang
yang dijualnya.
e.
Keuntungan yang diinginkan oleh Produsen
Besar-kecilnya keuntungan yang diinginkan oleh produsen akan ikut
mempengaruhi besar-kecilnya harga jual sehingga jumlah barang yang ditawarkan
pun akan banyak terpengaruhi. Semakin besar keuntungan yang akan diperoleh
semakin besar harga jual dan semakin banyak barang yang ditawarkan, sebaliknya
semakin kecil keuntungan semakin rendah harga jual, maka semakin sedikit harga
yang ditawarkan.
f.
Banyaknya Penjual/Pesaing
Banyak atau sedikitnya jumlah penjual berpengaruh terhadap besar-kecilnya
harga dan jumlah barang yang ditawarkan.[2]
B. Kurva
Penawaran Jangka Pendek
Pada gambar 7.1 di bawah ini tampak bahwa MC, MR, dan kurva biaya variabel
rata-rata (AVC: Average Variable Cost). Pada setiap harga yang berada di
atas P1, maka berapapun penjualan yang dilakukan oleh produsen,
harga selalu melebihi AVC sehingga produsen masih mendapatkan laba ekonomis
positif.
Apabila harga berada pada saat MC sama dengan AVC, maka titik perpotongan
ini disebut titik impas jangka pendek (short-run break-event point. Di mana
pada harga ini produsen tidak mendapatkan laba ekonomis, namun hanya mencapai
tingkat BEP saja. Dengan demikian, titik impas tersebut hanya akan beroperasi
pada saat harga di atas AVC. Untuk mendapatkan tingkat keuntungan optimal
produsen akan berproduksi ketika MC=MR, apabila kita asumsikan pasar bersifat
persaingan sempurna maka harga (p) juga berfungsi sebagai MR. dengan demikian,
MC=P=MR.[3]

Pada gambar 7.1 di atas bila harga yang berlaku di pasar dalam jangka
pendek adalah P* maka produsen akan memperoleh keuntungan ekonomis sebesar
P*E*QS. Dengan demikian, kita dapat mengatakan bahwa kurva MC yang berada di
atas kurva AVC adalah garis yang menerangkan produsen bersedia berproduksi.
Untuk memperjelas, kurva penawaran, pada gambar 7.1 apabila U1 dan U2
dihubungkan, maka kita akan mendapatkan kurva penawaran. Perlu diingat bahwa
kurva penawaran seperti yang tampak pada gambar 7.1 adalah fungsi penawaran
untuk individu produsen dan bukannya fungsi penawaran untuk industry atau
pasar.[4]
Kurva penawaran jangka pendek dari suatu sektor industri secara keseluruhan
dapat dirumuskan lewat penjumlahan horizontal seluruh kurva penawaran jangka
pendek masing-masing aperusahaan. Untuk mengilustrasikan penjumlahan horizontal
kurva penawaran ini dapat dilihat pada gambar 7.2 di bawah ini.

Kurva marginal untuk kedua perusahaan yang berbeda dilambangkan dengan MCa
pada panel (a) dan MCb pada panel (b). Kedua kurva
biaya marginal ini hanya berlaku bila harga-harga lebih besar daripada biaya
variabel rata-rata minimum dari masing-masing produsen. Pada panel (a),
perusahaan hanya akan berproduksi sebanyak q1a, jika
harga yang berlaku adalah P1 dan bila harganya P2, maka
perusahaan akan berproduksi sebesar q2a. Hal ini juga
berlaku bagi produsen kedua yang akan berproduksi pada q1b
apabila harga yang berlaku P1 begitu juga bila harga berada pada P2
maka produsen kedua akan berproduksi pada q2b. Kalau kita
asumsikan industri yang sama hanyalah produsen a dan b maka penambahan secara
horizontal merupakan penawaran industri atau ∑ MC.
C.
Total Cost dan Marginal Cost
Fungsi total cost menunjukan, untuk setiap kombinasi input dan untuk setiap
tingkat output, minimum total cost yang muncul adalah TC=TC(r,w,q). Meskipun
fungsi total cost menggambarkan secara menyeluruh biaya yang harus dikeluarkan,
namun akan lebih memudahkan dalam kaitannya dengan kurva permintaan, bila
analisis biaya dilakukan pada biaya per unit. Ada dua konsep biaya per unit
yang dikenal :
a) Average Cost
Fungsi average total cost atau average cost adalah biaya per unit atau
dihitung dengan rumus total cost dibagi dengan jumlah output yang dihasilkan.
Secara matematis ditulis:
ATC = ATC (r,w,q) = TC (r,w,q) / q
b) Marginal Cost
Fungsi marginal cost adalah tambahan biaya yang muncul untuk setiap
tambahan output yang dihasilkan atau dihitung dengan rumus perubahan total
biaya dibagi perubahan output. Secara matematis ditulis :
MC = MC (r,w,q) = δTC (r,w,q)/ δq
Jadi fungsi total cost diturunkan dari fungsi total
produksi, dan fungsi marginal cost diturunkan dari fungsi total cost. Begitu
pula dengan fungsi average cost diturunkan dari fungsi total cost.[5]
1.
Marginal Cost dan Kurva Penawaran
Dalam jangka pendek perusahaan akan memaksimalkan labanya dengan memilih
jumlah output di mana harga sama dengan marginal cost,3 selama
tingkat harga tersebut lebih besar daripada nilai minimal biaya variabel
rata-rata (average variabel cost, AVC).4 Jika kedua keadaan tersebut
terpenuhi, maka itulah kurva penawaran.
Untuk setiap tingkat harga di bawah minimum AVC, jumlah yang ditawarkan
adalah nihil. Pada tingkat harga sama dengan AVC, jumlah yang ditawarkan adalah
Q2. Untuk setiap tingkat harga di atas AVC, jumlah yang ditawarkan
digambarkan oleh kurva MC. Misalnya, pada tingkat harga sama dengan ATC, jumlah
yang ditawarkan adalah Q3. Jadi kurva penawaran adalah kurva
marginal cost yang di atas AVC.
Perhatikanlah kurva penawaran, yaitu kurva marginal cost yang dicetak
tebal. Selisih antara kurva ATC dan kurva AVC yang digambarkan dengan celah di
antara kedua kurva tersebut, menggambarkan dengan celah di antara kedua kurva
tersebut, menggambarkan AFC (Average Fixed Cost).5 Sekarang
perhatikanlah kurva penawaran yang berada diantara kurva ATC dan AVC. Untuk
setiap tingkat harga di AVC, namun di bawah ATC (yaitu antara output Q2 dan
Q3), berarti perusahaan mengalami setiap output yang dijual kerena
harga lebih kecil disbanding kerugian ATC.
Meskipun harga lebih kecil dibanding ATC, bagi perusahaan lebih baik untuk
tetap menjual outputnya karena pada tingkat harga tersebut perusahaan telah
mampu membayar AVC nya. Kerugian yang masih terjadi adalah sebesar AFC nya.
Ingatlah bahwa FC adalah biaya tetap yang harus dibayar perusahaan apakah
perusahaan berproduksi atau tidak berproduksi. Nah karena AFC akan tetap muncul
berapapun jumlah output yang berproduksi, maka lebih baik bagi perusahaan untuk
memproduksi output sejumlah Q2 sampai dengan Q3.Dengan demikian,perusahaan
berharap memantapkan keberadaan produknya di pasar.Bila kemudian tingkat harga
melampui ATC,perusahaan ini akan melakukan laba.[6]

Gambar 7.4, Biaya
Marginal dan Kurva Supply
Bagaimana bila perusahaan memilih untuk tidak berproduksi bila harga di
bawah ATC? Kerugian perusahaan akan bertambah besar:
1)
Perusahaan harus tetap menanggung AFC.
2)
Perusahaan tidak mempunyai kegiatan operasi yang
berarti apabila para pelaksana perusahaan tidak mempunyai pendapatan. Jadi
sebagai pemilik perusahaan, ia memang tidak bagi hasil dari modal penyertaannya
(atau dividen), namun sebagai elaksana perusahaan ia tetap mendapat
pendapatan berupa upah kerja bila tetap berproduksi. Sebaliknya jika perusahaan
tidak berproduksi, maka ia akan kehilangan bagi hasil sebagai pemilik dan juga
kehilangan upah kerja sebagai pelaksana.[7]
2.
Producer surplus
Selisih antara total revenue dengan total variable cost disebut
produser surplus atau quasi rent. Produser surplus
dapat dihitung dengan dua cara:
1)
Cara pertama
Secara matematis, total revenue
adalah hasil kali P*Q. Sedangkan total variable cost adalah hasil kali
AVC dengan Q. Selisih antara keduanya digambarkan dengan segi empat yang
diarsir yaitu hasil kali antara (P*-AVC) dengan Q. Inilah yang disebut produser
surplus.[8]
Secara matematis ditulis:
Produser surplus =
TR - TVC
= (P x Q) - (AVC x Q)
= (P - AVC) x Q

Gambar 7.5, Surplus
Produsen/quasi rent
2)
Cara kedua
Cara lain untuk menghitung produser
surplus sebagai berikut. Perhatikanlah bahwa variable cost untuk
memproduksi 1 unit output sama dengan marginal cost pada jumlah output 1
unit. Variable cost untuk memproduksi 2 unit output sama dengan marginal
cost pada jumlah output 1 unit ditambah marginal cost pada jumlah 2
unit, dan seterusnya. Sehingga VC (Q) = MC (1) + MC (2) + …. + MC (Q).
Q
|
TVC
|
MC
|
SMC
|
0
1
2
3
4
5
6
7
8
|
0
100
200
300
400
500
600
700
800
|
0
100
100
100
100
100
100
100
100
|
0
100
200
300
400
500
600
700
800
|

Gambar 7.6, Surplus
Produsen/Quasi Rent
Secara grafis total variable
cost ini digambarkan dengan daerah yang tidak diarsir yang berada dibawah
kurva MC. Sedangkan total revenue adalah hasil kali P dengan Q. Sehingga
produser surplus digambarkan dengan daerah yang diarsir, yaitu yang
dibawah P dan diatas kurva MC.
Cara pertama lebih mudah untuk menghitung
total produser surplus. Sedangkan cara kedua lebih berguna untuk menghitung
perubahan dari produser surplus yang telah ada (existing produser
surplus). Berikutnya kita akan melihat pengaruh pajak penjualan dan
pengaruh zakat perniagaan terhadap produser surplus.[9]
D.
Pengaruh
Pajak Penjualan
Pengenaan pajak penjualan atau pajak pertambahan nilai sebesar, misalnya
Rp. 100 per liter bensin premium,atau misalnya 10% dari harga perunit, akan
meningkatkan average total cost. Peningkatan ATC secara langsung juga berarti
peningkatan MC.
Bila harga tetap pada tingkat harga semula, maka peningkatan biaya ini
berarti penurunan profit. Karena total revenue tetap sedangkan total cost
meningkat. Sebelum adanya pajak penjualan, tingkat profit sebesar profit1.
Dengan adanya pengenaan pajak penjualan, tingkat profit menurut menjadi
profit2.
Secara grafis keadaan tanpa adanya pajak penjualan digambarkan pada diagram
yang atas oleh kurva average total cost ATC1 dan kurva marginal cost MC1. Harga
berada pada tingkat P*. sedangkan diagram bawah menggambarkan fungsi profit
yang diturunkan dari diagram atas.
Ketika kurva ATC1 memotong garis harga dari atas, jumlah penawaran adalah
Q1 pada titik Q1, tingkat profit nihil karena pada titik ini AR=ATC yang
berarti AR=TC. Tingkat profit nihil ini digambarkan oleh kurva profit pada
diagram bawah yaitu titik Q1 pada garis horizontal sumbu X. begitu pula ketika
kurva ATC1 memotong garis harga dari bawah, jumlah penawaran adalah Q1 pada
titik Q1 ini, tingkat profit juga nihil. Itu sebabnya kurva profit pada tingkat
output Q1 juga berada pada garis horizontal sumbu X.
Ketika kurva MC1=P*, profit mencapai tingkat maksimal ini terjadi pada
tingkat produk Q1*. Tingkat profit maksimal ini digambarkan oleh kurva profit1
pada diagram bawah yaitu titik Q1*. Total profit digambarkan oleh segiempat
profit1 yang diarsir pada diagram atas.
Adanya pengenaan pajak penjualan meningkatkan ATC dari ATC menjadi ATC2,
dan MC1 menjadi MC2. Harga tetap berada pada tingkat p*.[10]
Ketika kurva ATC2 memotong garis harga dari atas, jumlah penawaran adalah
Q2. Pada titik Q2. Tingkat profit nihil karena pada titik ini AR=ATC yang
berarti TR=TC. Tingkat profit nihil ini digambarkan oleh kurva profit2 pada
diagram bawah yaitu titik Q2= pada garis horizontal sumbu X. begitu pula pada
kurva ATC2 memotong garis harga dari bawah jumlah penawaran adalah Q2. Pada
titik Q2 ini tingkat profit juga nihil. Itu sebabnya kurva profit2 pada tingkat
output Q2 juga berada pada garis horizontal sumbu X.
Ketika kurva MC2 = P* profit mencapai tingkat maksimal. Ini terjadi pada
tingkat produksi Q2*. Tingkat profit maksimal ini digambarkan oleh kurva profit
2 pada diagram bawah yaitu titik Q2*. Total profit digambarkan oleh segiempat
profit2 yang di arsir. Jelaslah profit2 lebih kecil disbanding profit1. Secara
pararel kita dapat pula mengatakan bahwa producer surplus dengan adanya pajak
penjualan lebih kecil dibandingkan producer surplus tanpa adanya pajak
penjualan.

Jadi pengenaan pajak penjualan membawa pengaruh:
1.
Turunya
total profit dari profit1 menjadi profit2.
2. Turunya
tingkat profit maksimal yang digambarkan oleh puncak gunung kurva profit pada
diagram bawah. Secara grafis,puncak kurva profit1 lebih tinggi daripada puncak
kurva profit2.
[2] Ibid.
[3] Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islami, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2014), hlm. 151
[4]
Ibid., hlm. 152
[5] Mustafa
Edwin Nasution, Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam, (Jakarta :
Predana Media Group, 2006), hlm. 160.
[6] Ibid., hlm. 161
[7] Ibid., hlm.162-163
[8] Sadono Sukirno, Mikro
Ekonomi teori pengantar, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 96
[9] Ibid., hlm.97-98
[10]
Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam, hlm. 158-159
[11] Ibid., hlm. 160
Komentar
Posting Komentar