Cara Menentukan Nisbah Bagi Hasil



BAB II
PEMBAHASAN

  A.     Pengertian Nisbah
Nisbah adalah angka yang menunjukkan perbandingan antara satu nilai dan nilai lainnya secara nisbi, yang bukan perbandingan antara dua pos dalam laporan keuangan dan dapat digunakan untuk melakukan penilaian kondisi perusahaan; sin. rasio (ratio).
Nisbah merupakan rasio bagi hasil yang akan diterima oleh tiap-tiap pihak yang melakukan akad kerjasama usaha, yaitu pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib), dimana nisbah ini tertuang didalam akad yang telah disepakati dan ditanda tangani oleh kedua belah pihak.
Nisbah keuntungan adalah salah satu rukun yang khas dalam akad mudharabah, yang tidak ada dalam akad jual beli. Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua belah pihak yang bermudharabah. Mudharib mendapatkan imbalan atas kerjanya, sedangkan shahibul al-mal mendapatkan imbalan atas penyertaan modalnya. Nisbah keuntungan inilah yang akan mencegah terjadinya perselisihan antara kedua pihak mengenai cara pembagian keuntungan, adapun nisbah keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk prosentase antara kedua belah pihak, bukan dinyatakan dalam nilai nominal tertentu.[1]
Adapun nisbah dan bagi hasil merupakan faktor penting dalam menentukan bagi hasil di bank syariah. Sebab aspek nisbah merupakan aspek yang disepakati bersama antara kedua belah pihak yang melakukan transaksi. Untuk menentukan nisbah bagi hasil, perlu diperhatikan aspek-aspek diantaranya; data usaha, kemampuan angsuran, hasil usaha yang dijalankan, nisbah pembiayaan dan distribusi pembagian hasil.[2]

  B.     Penetapan Nisbah Bagi Hasil Pembiayaan
Proses penentuan nisbah bagi hasil dalam Bank Islam hampir sama dengan perhitungan biaya dana dan perhitungan tingkat bunga pembiayaan pada bank konvensional. Namun, dengan penekanan berbeda, karena bank konvensional berbasiskan biaya sedangkan bank islam berbasiskan pendapatan, perbedaan tersebut dapat digambarkan seagai berikut.[3]


Berbasis Biaya
Berbasis Pendapatan
  1. Ditentukan di muka
  2. Hasilnya lebih mudah ditentukan
  3. Hasilnya lebih mudah diperkirakan
  4. Tanpa memerhatikan proses pemanfaatan dana
  5. Tidak tersirat keadilan, karena beban risiko tidak sebanding.
  1. Ditentukan di belakang
  2. Hasil lebih sulit ditentukan
  3. Hasilnya lebih susah diperkirakan
  4. Pemanfaatan dana harus sesuai tujuan/ prosesnya
  5. Menekankan keadilan melalui pembagian risiko sesuai kesepakatan.

Bank syariah menerapkan nisbah bagi hasil terhadap produk-produk pembiayaan yang berbasis Natural Uncertainty Contracts (NUC), yakni akad bisnis yang tidak memberikan kepastian pendapatan (return), baik dari segi jumlah (amount) maupun waktu (timing), seperti mudharabah dan musyarakah.
Penetapan nisbah bagi hasil pembiayaan ditentukan dengan mempertimbangkan sebagi berikut:
1.          Referensi tingkat (margin) keuntungan, yaitu referensi tingkat (margin) keuntungan yang ditetapkan oleh rapat ALCO Bank Syaria. [4]
2.          Perkiraan tingkat keuntungan bisnis/proyek yang dibiayai, yang dihitung dengan mempertimbangkan hal berikut:
              a.          Perkiraan penjualan
1)        Volume penjualan setiap transaksi/volume penjualan setiap bulan
2)        Sales Turn-Over atau frekuensi penjualan setiap bulan
3)        Fluktuasi harga penjualan
4)        Rentang harga penjualan yang dapat dinegosiasi
5)        Marjin keuntungan setiap transaksi

             b.          Lama Cash to cash cycle
                           1)     Lama proses barang
                           2)     Lama persediaan
                           3)     Lama piutang
              c.          Perkiraan biaya-biaya langsung, yaitu biaya yang langsung berkaitan dengan kegiatan penjualan seperti biaya pengangkutan, biaya Pengemasan, dan biayabiaya lain yang lazim dikategorikan dalam cost of goods sold (COGS).
             d.          Perkiraan biaya-biaya tidak langsung, yaitu biaya yang tidak langsung berkaitan dengan kegiatan penjualan seperti biaya sewa kantor, biaya gaji karyawan, dan biaya-biaya lain yang lazim dikategorikan dalam overhead cost (OHC).
              e.          Delayed factor, yaitu tambahan waktu yang ditambakan pada cash to cash cycle untuk mengantisipasi timbulnya keterlambatan pembayaran dari nasabah ke bank.

  C.     Cara menentukan Nisbah Bagi Hasil Pembiayaan
Terdapat 3 metode dalam menentukan nisbah bagi hasil pembiayaan, yakni:
             1.     Penentuan nisbah bagi hasil keuntungan
Dalam hal ini, nisbah bagi hasil pembiayaan untuk bank ditentukan berdasarkan pada perkiraan keuntungan yang diperoleh nasabah dibagi dengan refeensi tingkat keuntungan yang telah ditetapkan dalam rapat ALCO. Perkiraan tingkat keuntungan bisnis/proyek yang dibiayai dihitung dengan mempertimbangkan:
                       a.     Perkiraan penjualan
                       b.     Lama cash to cash cycle
                       c.     biaya-biaya langsung(COGS)
                      d.     Perkiraan biaya-biaya tidak langsung(OHC)
                       e.     Delayed factor
             2.     Penentuan nisbah bagi hasil pendapatan
Dalam hal ini, nisbah bagi hasil pembiayaan untuk bank ditentukan berdasarkan pada perkiraan pendapatan yang diperoleh nasabah dibagi dengan referensi tingkat keuntungan yang telah ditetapkan dalam rapat ALCO.[5] Perkiraan tingkat keuntungan bisnis/proyek yang dibiayai dihitung dengan mempertimbangkan:
                       a.     Perkiraan penjualan
                       b.     Lama cash to cash cycle
                       c.     Perkiraan biaya-biaya langsung(COGS)
                      d.     Delayed factor
             3.     Penentuan nisbah bagi hasil penjualan
Dalam hal ini, nisbah bagi hasil pembiayaan untuk bank ditentukan berdasarkan pada perkiraan penerimaan penjualan yang diperoleh nasabah dibagi dengan referensi tingkat keuntungan yang telah ditetapkan dalam rapat ALCO. Perkiraan tingkat keuntungan bisnis/proyek yang dibiayai dihitung dengan mempertimbangkan:
                       a.     Perkiraan penjualan
                       b.     Lama cash to cash cycle
                       c.     Delayed factor
             4.     Penentuan angsuran pokok
Selanjutnya mengenai Penentuan angsuran pokok dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
                      1)     Pembiayaan berjangka waktu dibawah satu tahun. Pembiayaan pokok pembiayaan dengan jangka waktu kurang dari satu tahun dilakukan pada saat jatuh tempo.
                      2)     Penbiayaan berjangka waktu di atas satu tahun. Pembayaran pokok pembiayaan dengan jangka waktu lebih dari satu tahun wajib diansur secara proporsional selama jangka waktu pembiayaan. Proporsional adalah pembayaran angsuran sesuai dengan arus kas dari usaha nasabah.[6]
Untuk menentukan nisbah bagi hasil dapat juga dihitung dengan cara sederhana sebagai berikut:

Data Pembiayaan:
Jumlah Pembiayaan                               Rp       (M)
Jangka waktu pembiayaan                  (T)       bulan
Hasil yang Diharapkan Lembaga        Rp          (P)
Total Pengembalian                               Rp       (M)+(P)
Angsuran Pokok per Hari                      (A) =   (M)/(T)
Bagi Hasil                                              (B) =   (P)/(T)
Tabungan Wajib (Jika Mungkin)           (C)
Kewajiban Nasabah per Hari              (D) =      (A)+(B)+(C)
Pendapatan Aktual                                (E)

Hasil Analisis Usaha Pejabatan Bank:
Omset Usaha per Hari/Bulan              Rp       (F)
Keuntungan per Hari/Bulan                Rp       (Pendapatan riil)



Nisbah Pembiayaan
Nisbah Bagi Bank                                 (G) = (D)/(F) x 100%
Nisbah Bagi Nasabah                            (H) = 100% - (G)
Rasio Nisbah Kedua Pihak                    (G) : (H)
Distribusi Bagi Hasil
Angsuran Pokok                                    (A)/(D) x E
Bagi Hasil                                              (B)/(D) x E
Tabungan                                               (C)/(D) x E

Contoh perhitungan nisbah bagi hasil
Contoh penentuan Nisbah:
Data Kebutuhan Ekonomi:
Jumlah Pembiayaan                                  Rp       200.000
Jangka waktu pembiayaan                       (T)       50 hari
Hasil yang Diharapkan Lembaga             Rp       12.000
Total Pengembalian                                  Rp       200.000 + 12.000
Angsuran Pokok per Hari                        Rp =    200.000/50 =  4.000
Bagi Hasil                                                Rp =    12.000/50 =  240
Tabungan Wajib (Jika Mungkin)              Rp       500 per hari (misal)
Kewajiban Nasabah per Hari                   Rp =    4.000+240+500 =  4.740
Pendapatan Aktual                                  Rp       40.000

Hasil Analisis Usaha Pejabatan Bank:
Omset Usaha per Hari/Bulan  Rp       100.000


Nisbah Pembiayaan
Nisbah Bagi Bank                               4.740/100.000x100%       = 4,74%
Nisbah Bagi Nasabah                          100% - 4,74%                  = 95,26%
Rasio Nisbah Bank : Nasabah                                                      = 4,74% : 95,26%




Distribusi Bagi Hasil
Jika keuntungan per hari nasabah sebesar Rp 40.000, maka bagi hasil untuk:
Bank                = 4,74% x Rp 40.000      = Rp 1.896
Nasabah          = 95,26% x Rp 40.000     = Rp 38.104

Cara Lain Menentukan Nisbah
Nisbah bagi hasil dihitung berdasarkan profit sharing dari usaha pengadaan kacang kedelai yang dibiayai dengan fasilitas Mudharabah Muqayyadah (dengan nominal pembiayaan senilai Rp 125.000.000), dengan data sebagai berikut:[7]

Harga Jual Kacang Kedelai                     = Rp 2.150/kg
Harga Jual Kepada Nasabah                    = setara 16% p.a
Volume Penjualan Kedelai per Bulan      = 65.000 kg
Nilai Penjualan (65.000 x Rp 2.150)        = Rp 139.750.000
Harga Pokok Pembelian                           = Rp 125.000.000
Laba Bersih Penjualan Kedelai                = Rp   14.750.000

Perhitungan Nisbahnya:
Volume Penjualan                                                                                                = 65.000 kg
Profit Margin (Rp 14.750.000/139.750.000) x 100%                              = 10,55%
Lama Piutang (data neraca 31-07-2003)                                                  = 65 hari
Lama Persediaan (data neraca 31-08-2003)                                                         = 2 hari
Lama Utang Dagang (pembayaran ke suplier & carry)                           = 0
Cash to cash periode = 360/(DI+DR-DP)                                              = 5,4
Profit margin per Tahun = 5,4 x 10,55                                                    = 57%
Nisbah Bank Syariah: (16%)/(57%)x100%                                              = 28%
Nisbah untuk Nasabah: 100% - 28%                                                       = 72%
Dengan demikian, jika dari usaha pada lima bulan berikutnya memperoleh hasil sebesar sebagai berikut:
Bulan 1 = Rp 6.000.000                           Bulan 4 = Rp 2.000.000
Bulan 2 = Rp 4.000.000                           Bulan 5 = Rp 8.000.000
Bulan 3 = Rp 5.000.000
Maka bagi hasil dapat didistribusikan sebagai berikut:
Bulan
Laba Usaha
Bagian Bank 28%
Bagian Nasabah 72%
Cicilan Pokok
Setoran
1
6.000.000
1.680.000
4.320.000
-
1.680.000
2
4.000.000
1.120.000
2.880.000
-
1.120.000
3
5.000.000
1.400.000
3.600.000
-
1.400.000
4
2.000.000
560.000
1.440.000
-
560.000
5
8.000.000
2.240.000
5.760.000
-
2.240.000
Total
25.000.000


25.000.000
7.000.000
% dari Hasil Usaha

0,40
0,60


% dari Modal

26,52
39,78



Menghitung Nisbah Bagi Hasil Dan Realisasi Bagi Hasil pada Pembiayaan Musyarakah-Kontruksi. Contoh kasus:
PT. ABC yang bergerak dibidang pengerjaan proyek (kontruksi) memenangani tender pengerjaan proyek pengerasan jalan sepanjang 20 km dengan nilai proyek sebesar Rp 5 Milyar rupiah dengan jangka waktu pengerjaan 6 bulan. Untuk pengerjaan proyek tersebut, PT. ABC mengajukan pembiayaan modal kerja ke Bank Syariah D, dengan melampirkan estimasi perhitungan kebutuhan modal kerja dan keuntungan sebagai berikut:

Kebutuhan Modal Kerja:
Nilai Proyek                            : Rp    5.000.000.000
Pajak (misal 10%)                    : Rp      500.000.000  (-)
Nilai Proyek Bersih                 : Rp    4.500.000.000
Estimasi Biaya Modal Kerja   : Rp    3.500.000.000 (-)
Estimasi Keuntungan              : Rp    1.000.000.000


Porsi Pemenuhan Modal Kerja:
Modal Sendiri                         : Rp    1.500.000.000
Pembiayaan Bank                   : Rp    2.000.000.000 (+)
Total Modal Kerja                   : Rp    3.500.000.000

(diasumsikan bahwa Analis Pembiayaan di Bank Syariah sependapat dengan estimasi perhitungan tersebut diatas) 
Jika ketentuan tingkat bagi hasil Bank Syariah D sebesar 15% efektif, maka hitunglah sebagai berikut:
  1. Nisbah Bagi Hasil.
  2. Jumlah Bagi Hasil Bank Syariah D dan Bagi Hasil PT. ABC, jika:
                       a.     Nilai proyek yang dibayar oleh Bowheer sebesar Rp5.000.000.000 & Biaya Pengerjaan Proyek sebesar Rp3.500.000.000
                       b.     Nilai proyek yang dibayar oleh Bowheer sebesar Rp4.500.000.000 & Biaya Pengerjaan Proyek sebesar Rp3.300.000.000

Maka :
Menghitung Nisbah Bagi Hasil
Hal-hal yang menjadi acuan dalam menentukan nisbah adalah ketentuan tingkat bagi hasil bank  D (15% per tahun) dan jangka waktu pembiayaan/jangka waktu pengerjaan proyek (6 bulan).
Dengan demikian besaran bagi hasil yang diharapkan oleh Bank Syariah D (Bagi HasilDiharapkan)  adalah                    = Tingkat Bagi HasilDiharapkanx Plafond Pembiayaan
= 15% *(6/12) x  Rp2.000.000.000
= Rp150.000.000.000
Nisbah Bagi Hasil Bank Syariah D     = Bagi HasilDiharapkan /Estimasi Keuntungan x 100%
= Rp150.000.000/Rp1.000.000.000 x 100%
= 15%
Nisbah Bagi Hasil PT. ABC : 100%-15% = 85%
Dengan demikian, nisbah bagi hasil adalah 85% untuk PT. ABC dan 15% untuk  Bank Syariah D.





Menghitung Bagi Hasil
Jika nilai proyek yang dibayar oleh Bowheer sebesar Rp5.000.000.000 & Biaya Pengerjaan Proyek Rp3.500.000.000
Realisasi Keuntungan = Nilai proyek yg dibayar-Pajak-Biaya Pengerjaan Proyek
= Rp5.000.000.000 – Rp500.000.000 – Rp3.500.000.000
= Rp1.000.000.000

Bagi Hasil Bank Syariah D      = Nisbah Bagi Hasil Bank Syariah D x Realisasi Keuntungan
= 15% x Rp1.000.000.000
= Rp150.000.000
Bagi Hasil PT. ABC   = Nisbah Bagi Hasil PT. ABC x Realisasi Keuntungan
= 85% x Rp1.000.000.000
= Rp 850.000.000

Jika nilai proyek yang dibayar oleh Bowheer sebesar Rp4.500.000.000 & Biaya Pengerjaan Proyek Rp3.300.000.000
Realisasi Keuntungan = Nilai proyek yg dibayar–Pajak–Biaya Pengerjaan Proyek
= Rp4.500.000.000 – Rp450.000.000 – Rp3.300.000.000
= Rp750.000.000

Bagi Hasil Bank Syariah D          = Nisbah Bagi Hasil Bank Syariah D x Realisasi Keuntungan
= 15% x Rp750.000.000,-
= Rp112.500.000,-
Bagi Hasil PT. ABC                    = Nisbah Bagi Hasil PT. ABC x Realisasi Keuntungan
                                                            = 85% x Rp750.000.000,-
   = Rp637.500.000,-

  D.     Perhitungan Bagi Hasil
Bagi hasil biasa dikenal juga dengan istilah profit sharing. Menurut kamus ekonomi profit sharing berarti pembagian laba. Namun secara istilah profit sharing merupakan distribusi beberapa bagian laba pada para pegawai dari suatu perusahaan. Bentuk-bentuk distribusi ini dapat berupa pembagian laba akhir tahun, bonus prestasi, dll.
            Dalam mekanisme keuangan Syariah model bagi hasil ini berhubungan dengan usaha pengumpulan dana (funding) maupun pelemparan dana/pembiayaan (financing). Terutama yang berkaitan dengan produk penyertaan atau kerja sama usaha. Di dalam pengembangan produknya, dikenal istilah shohibul maal dan mudhorib. Shohibul maal merupakan pemilik dana yang mempercayakan dananya pada lembaga keuangan Syariah (Bank dan BMT) untuk dikelola sesuai dengan perjanjian. Sedangkan mudhorib merupakan kelompok orang atau badan yang memperoleh dana untuk dijadikan modal usaha atau investasi.
            Dalam sistem ini, BMT akan memerankan fungsi ganda. Paada tahap funding, ia akan berperan sebagai mudhorib dan karenanya dana yang terkumpul harus dikelola secara optimal. Namun pada financing, BMT akan berperan selaku shohibul maal dan karenanya ia harus menginvestasikan dananya pada usaha-usaha yang halal dan menguntungkan.
            Kerja sama para pihak dengan sistem bagi hasil ini harus dijalankan secara transparan dan adil. Karena untuk mengetahui tingkat bagi hasil pada periode tertentu itu tidak dapat dijalankan kecuali harus ada laporan keuangan atau pengakuan yang terpercaya. Pada tahap perjanjian kerja sama ini disetujui oleh para pihak, maka semua aspek yang berkaitan dengan usaha harus disepakati dalam kontrak, agar antar pihak dapat saling mengingatkan.[8]
            Untuk menentukan tingkat pembagian hasilnya, BMT akan menghitung setiap bulan atau setiap periode tertentu sesuai dengan periode perhitungan pendapatan usaha. Berapapun tingkat pendapatan usaha, itulah yang kemudian didistribusikan kepada para nasabah atau anggota. Oleh karenanya, nasabah perlu mengetahui tingkat nisbah masing-masing produk. Nisbah merupakan proporsi pembagian hasil. Begitu pula dalam pembiayaan bagi hasil. Debitur harus melaporkan pembukuan usahanya, sehingga dapat diketahui nilai pembagian hasilnya.
            Nisbah ini akan ditetapkan dalam akad atau perjanjian. Sebelum akad ditandatangani, nasabah/anggota dapat menawar sampai pada tahap kesepakatan. Hal ini tentunnya berbeda dengan sistem bunga. Yakni nasabah selalu pada posisi pasif dan dikalahkan, karena pada umumnya bunga menjadi kewenanangan para pihak bank. Kesepakatan tentang nisbah ini selanjutnya tertuang dalam akad. Atas dasar laporan dari nasabah atau anggotalah, manajemen BMT akan membuat perhitungan bagi hasilnya sesuai dengan nisbah tersebut.
            Dengan demikian, model bagi hasil ini tidak mengenal istilah beban pasti (Fixed cost). Karena nilai bagi hasil akan didapat setelah terjadi pembukuan usaha. Bagi lembaga keuangan Syariah, tidak akan terjadi negatif spread sebagaimana pada lembaga keuangan konvensional. Karena bagi hasil dana akan dibayar setelah para debitor membayar bagi hasil pula. Dan bagi debitor tidak akan menjual barangnya dengan harga yang tinggi, karena bagi hasil tidak mungkin dihitung sebagai bagian dari biaya produksi. Bagi hasil baru akan dibayar setelah terjadi penjualan, itupun kemungkinannya dapat saja tidak memberi bagi hasil karena memang usahanya merugi.
            Dari mekanisme tersebut, sistem bagi hasil lebih kompetitif. Konsumen akan tetap mendapatkan harga jual produk dengan harga yang wajar, meskipun situasinya krisis. Karena harga jual tidak terpengaruh dengan tingkat bagi hasil. Pada saat ekonomi booming, atau membaik, BMT akan ikut menikmati keadaan ini. Karena bagi hasil yang dibayar sangat berkaitan dengan pendapatan debitur. Swelanjutnya para pemilik dana (shohibul maal) akan mendapatkan nilai bagi hasil yang meningkat pula. Itulah sebanya, dalam sistem bagi hasil hubungan antara shohibul maal dan mudhorib sangat erat.[9]
            Dalam sistem keuangan Syariah dan BMT,  model bagi hasil hanya berlaku pada akad penyertaan usaha atau kerja sama usaha (partnership, project financing partisipation). Akad ini dapat diterapkan  dalam empat produk yakni; mudharbah, musyarakah, muzaro'ah/mukhobaroh dan musaqoh. Namun dalam prakteknya yang sering diterapkan baru pada mudhorobah dan musyarokah, baik untuk funding maupun financing. Sedangkan untuk muzaro'ah/mukhabaroh dan musaqoh masih sulit diterapkan karena berkaitan dengan pertanian.[10]
Bagi hasil adalah bentuk return (perolehan aktivitas usaha) dari kontrak investasi, dari waktu ke waktu, tidak pasti dan tidak tetap pada bank islam. Besar kecilnya perolehan kembali itu tergantung pada hasil usaha yang benar-benar diperoleh bank islam.
            Dalam sistem perbankan islam bagi hasil merupakan suatu mekanisme dilakukan oleh bank islam (mudharib) dalam upaya memperoleh hasil dan membagikannya kembali kepada para pemilik dana (shahibul maal) sesuai kontrak disepakati pada awal kontrak (akad) antara nasabah dengan bank Islam. Dimana besarnya penentuan porsi bagi hasil antara keua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan (At-Tarodhin) oleh masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan.
            Adapun pendapatan yang dibagikan antara mudharib dan shohibul maal adalah pendapatan yang sebenarnya telah diterima (cash basis) sedangkan pendapatan yang masih dalam pengakuan (accrual basis) tidak dibenarkan untuk dibagi antara mudharib dan shohibul maal.
            Dalam hukum Islam penerapan bagi hasil harus memerhatikan prinsip At ta awun, yaitu saling membantu dan saling bekerja sama diantara anggota masyarakat untuk kebaikan, sebagaimana dinyatakan dalam al Qur'an: "dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan ketaqwaan, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." Serta menghindari prinsip Al Iktinaz, yaitu menahan uang (dana) dan membiarkannya menganggur (tidak digunakan untuk transaksi) sehingga tidak bermanfaat bagi masyarakat umum.[11]
                Faktor yang mempengaruhi bagi hasil
            Kontrak bagi hasil atau mudharabah sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik langsung maupun tidak langsung. Hal ini perlu dipahami oleh semua pihak supaya penerimaan hasil investasi yang diharapkan tidak mengecewakan. Muhammad (2003) membedakan faktor itu menjadi dua yakni angsung dan tidak langsung.
  1. Faktor Lngsung
Diantara faktor langsung (direct factor)yang dapat mempengaruhi tingkat bagi hasil meliputi; investmen rate, jumlah dana yang tersedia, dan nisbah bagi hasil.
-    Investmen rate, merupakan prosentase aktual dana yang dapat diinvestasikan dari total dana yang terhimpun. Jika 80% dana yang terhimpun diinvestasikan, berati 20% nya dicadangkan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas.
-    Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan meruakan jumlah dana dari berbagai sumber yang dapat diinvestasikan. Dana tersebut dapat dihitung dengan menggunakan salah satu metode; rata-rata saldo minimum bulanan dan rata-rata total saldo. Investmen rate dikalikan dengan jumlah dana yang tersedia akan menghasilkan jumlah dana yang aktual yang digunakan.
-    Nisabh (profit sharing ratio) merupakan proporsi pembagian usaha.
  1. Nisbah ditetapkan di awal perjanjian/akad.
  2. Nisbah satu BMT dengan BMT lainnya dapat berbeda, begitu juga antar debitur yang satu denga debitur yang lain.
  3. Nisbah juga dapat berbeda dari satu produk dengan yang lain
  4. Nisbah juga dapat berbeda antara deposito dengan jangka waktu yang berbeda.

  1. Faktor Tidak Langsung
Faktor tidak langsung yang dapat mempengaruhi tingkat bagi hasil meliputi; penentuan butir pendapatan dan  biaya serta kebijakan akuntansi.
-    Penentuan biaya dan pendapatan
            Shohibul dan Mudhrib akan melakukan share baik dalam pendapatan maupun biaya. Pendapatan yang dibagihasilkan setelah dikurangi biaya dapat juga pendapatan kotor. Jika semua biaya ditanggung BMT maka hal ini disebut revenu sharing.
-    Kebijakan akuntansi
            Bagi hasil akan dibayarkan sesuai dengan kebijakan akuntansinya. Karena pengakuan pendapatan dan biaya sesuai dengan periode akuntansi.[12]

Perbedaan antara sistem ekonomi syariah dengan sistem ekonomi lainnya terletak pada penerapan bunga. Dalam ekonomi syariah, bunga dinyatakan sebagai riba yang diharamkan oleh syariat Islam. Sehingga dalam ekonomi yang berbasis syariah, bunga tidak diterapkan dan sebagai gantinya diterapkan sistem bagi hasil yang dalam syariat Islam dihalalkan untuk dilakukan.
Dalam ekonomi syariah, konsep bagi hasil dapat dijabarkan yaitu:
Pertama, pemilik dana menanamkan dananya melalui institusi keuangan yang bertindak sebagai pengelola dana.
Kedua, pengelola mengelola dana tersebut dalam sistem yang dikenal dengan sistem pool of fund (penghimpunan dana) lalu pengelola akan menginvestasikan dana tersebut ke dalam proyek atau usaha yang layak dan menguntungkan serta memenuhi semua aspek syariah.
Ketiga, kedua belah pihak membuat kesepakatan (akad) yang berisi ruang lingkup kerjasama, jumlah nominal dana, nisbah dan jangka waktu berlakunya kesepakatan tersebut.[13]
Metode penghitungan bagi hasil dalam ekonomi syariah secara umum dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
                  1.     Menghitung saldo rata-rata harian (Daily Average) sumber dana sesuai klasifikasi dana yang dimiliki.
DA      = Total Dana
               ∑ n

Dimana:
DA      = saldo rata-rata harian
N         = waktu atau hari
                  2.     Menghitung saldo rata-rata tertimbang (Weight Average) sumber dana yang telah tersalurkan pada proyek atau usaha-usaha lainnya
WA = ∑(total dana x jumlah hari periode dana)
                  3.     Menghitung distribusi pendapatan yang diterima dalam periode tertentu
DP
=
 WA
x
 TP
TWA

Dimana,
WA     = saldo rata-rata tertimbang
TWA   = total saldo rata-rata tertimbang
TP        = total pendapatan periode tertentu

                  4.     Membandingkan antara jumlah sumber dana dengan total dana yang telah disalurkan.
                  5.     Mengalokasikan total pendapatan kepada masing-masing klasifikasi dana yang dimiliki sesuai dengan saldo rata-rata tertimbang.
                  6.     Memperhatikan nisbah sesuai dengan kesepakatan yang tercantum dalam kesepakatan (akad).
                  7.     Mendistribusikan bagi hasil tersebut sesuai dengan nisbahnya kepada pemilik dana sesuai dengan klasifikasi dana yang ditanamkan.

  E.     Perhitungan Bagi Hasil Dan Margin Laba
Studi kasus penghitungan bagi hasil dibank syariah sebagai berikut.
Gambaran idealisme bank syariah sangat ditentukan oleh sebarapa besar mekanisme mudharabah berjalan. Demikian pula, mekanisme penghitunga akan sanagat menentukan hasil tidaknya operasionalisasi bank syariah. Untuk mendpatkan gambaran tentang metode penghitungan bagi hasil dan pos-pos pengambilannya, berikut ini disampaikan studi kasus dari Bank muamalat indonesia.[14]
Bank mumalat indonesia mencampurkan semua dan yang tersedia dalam satu pul. Meskipun demikian, BMI tidak memberlakukan sharing  baik dalam pendapatan maupun biaya.
Penghitungan bagi hasil diproses sebagi berikut:
a.       Jenis dana pihak ketiga, investment rates
b.      Sumber-sumber pendapatan yang dialokasikan dalam proses penghitungan bagi gasil adalah pendapaatn mark-up, pendapatan komisi pembiyaan, pendapaatn diskonto SBPU dan pendaparan dari penempatan pada bank lain.
c.       Pendapatan yang dibagika merupakan perbandingan antara total volume rata-rata dana pihak ketiga  dengan total pendapaatn. Denagn kata lain, jika seluruh pembiyaan bersumber dari dana pihak ketiga, maka seluruh pendpaatn akan dialokasikan untuk penghitungan bagi hasil.
d.      Pendapatan lain, seperti pedapatan transaksi valuta asing, fee dan komisi, sepenuhnya menjadi milik bank.
e.       Pendapatan dialokasikan kesetiap sumber dana secara proposional sesuai dengan saldo rata-rata harian bulan yang bersangkutan setelah dikalikan sengan bobot.
f.       Bagian pendapaat untuk rekening koran sepenihnya dimiliki oleh bank dengan asumsi  aplikasi rekening koran berdasarkan kontrak wadiah. Meskipun demikian dari pihak bank tetap memberikan bonus.
g.       Semua biaya ditanggung oleh bank termasuk provisi untuk rasio pembiyaan da operasi investasi.
h.      Nisbah yang berlaku sekarag antara bank dan pemegang rekening adalah sebagai berikut:
Deposito                     
1.      1 bulan                              65:35
2.      3 bulan                              66:34
3.      6 bulan                              66:34
4.      12 bulan                            63:37
5.      Rekening tabungan           45:55
6.      Rekening koran                 bonus
i.        Dari uraian diatas sebenarnya dalam kasus BMI istilah yang tepat untuk bagi hasil ialah revenue sharing, yang dibagikan adalah pendapatan bukan keuntungan.[15]
Profit loss sharing (prinsip bagi hasil) dalam suatu perusahaan.
Dalam hal ini yang digunakan sebagai dasar perhitunga adalah keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dibiayai dengan kredit atau pembiayaan. Keuntungan yag diperoleh merupakan selisih antara penjualan atau pendapatan usaha dan biaya-biaya usaha. Ketidakpastian pemuatan skema profit-loss sharing  dapat dibedakan menjadi tiga hal sebagai beriku ini:
1.      Penjualan atau pendapatan usaha
Dalam hal ini terdapat ketidak pastian berupa naik turunnya penjualan/pendapaatn usaha, baik dalam hal volume maupun harganya. Hal tersebut dpat diprediksi dari data penjualan/pendapatan usaha priode sebelumnya dan analisis anatar kondisi perekonomian dan industri saat ini.
2.      Harga pokok penjualan atau biaya produksi
Ketidak pastian berupa naik turunnya biaya bahan buku, tenaga kerja dan biya overhand, baik yang terjadi karena naik turunnya harga muapun tingkat efisiensi dan produktifitasnnya dapat diprediksi melalui analisis atas pergerakan pergerakan harga dan beberapa komponen utaman biaya produksi dan pengukuran tingkat efisiensi dan produktivitas wirausaha.
3.      Biaya penjualan, biaya umum dan administrasi.
Ketidakpastian berupa naik turunnya biaya penjualan, biaya umum dan biaya administrasi juga dapat disebabkan oleh faktor harga atau tingkat efisiensi.

Dalam akad muamalat, dikenala akad mudharabah, yaitu akad yang disepakati pemodal dengan pelaksana mengenai nisbah dan bagi hasil yang akan menjadi pedoman pembagaian keuntungan. Akan tetapi, jika usaha tersebut minimbulkan kerugian, pemodala akan menanggung biya kerugian 100% sebesar penyertaan modalnya. Pelaksanaan baru harus menanggung rugi bila kerugian tersebut disebabkan kelalaiannya sendiri atau karena melanggar kesepakatan bersama.
Selain menyepakati nisbah bagi hasil, mereka juga harus menyepakati siapa yang kana menggung biaya. Dapat juga disepakati bahwa biya ditanggung oleh pelaksana atau di taggung oleh pemodal. Apabila menurut kesepaktan biaya ditanggung oleh pelaksana, berarti yang dilakukan adalah bagi penerimaan (revenue sharing). Kana tetapi, jika biaya ditanggung oleh pemodal, yang dilakukan adalah bagi keuntungan dan kerugian (profit loss sharing).[16]
Adapun Bank islam dalam menjalankan kontrak mudharabah membuat kesepakatan dengan nasabah (mudharib) mengenai tingkat  perbandingan keuntungan (profit ratio) yang ditentukan dalam kontrak. Perbandingan keuntungan tersebut dipengaruhi oleh bebrapa faktor, diantaranya: kesepakatan dari nasabah (mudharib), prediksi keuntungan yang akan diperoleh, respon pasar, kemampuan memasarkan barang, dan juga masa berlakunya kontrak. Jika kontrak mudharabah ternyata tidak menghasilkan keuntungan, maka mudharib selaku pengelola usaha tersebut tida mendapatkan gaji/upah dari pekerjaannya. Apabila terjadi kerugian, bank menanggung kerugian tersebut sepanjang tidak terbukti bahwa mudharib tidak menyelewangkan atau terjadi kesalahan menejemen dari dana mudharabah berdasarkan atas persyaratan kontrak yang telah disepakati denagn investor. Namun jika terbukti akibat kecerobohan dari pihak mudharib, maka dia yang berhak menanggung kerugian tersebut. Dalam kasus tersebut barang jaminan yang dijadikan sarana pertanggung jawaban harus di berikan kepada bank.[17]

Konsep Perhitungan Bagi Hasil dan Margin Laba
Dana yang telah di kumpulkan oleh bank islam dari titipan dana pihak ketiga atau titipan lainnya, di kelola dengan penuh amanah dan istiqomah. Dengan harapan dana tersebut mendatangkan keuntungan besar, baik untuk nasabah maupun bank Islam. Prinsip utama yang harus di kembangkan bank Islam dalam kaitannya dengan  manajemen dana adalah, bahwa: bank Islam harus mampu memberikan bagi hasil kepada penyimpan dana minimal sama dengan atau lebih besar dari suku bunga yang berlaku di bank konvensional, dan mampu menarik bagi hasil dari debitur yang berlaku di bank konvensional.
Oleh karena itu, upaya manajemen dana bank Islam perlu dilakukan secara baik. Baiknya manajemen dana  yang di lakukan bank Islam akan menunjukkan kredibilitas di depan kepercayaan masyarakat untuk menyimpan dananya. Sehingga, arah untuk mencapai: likiuditas, rentabilitas dan solvabilitas bank Islam dapat tercapai.
Aplikasi Perhitungan Bagi Hasil di Bank Syariah (Pola Baru)
Dalam perkembangannya, teknik perhitungan bagi hasil untuk dana pihak ketiga dilakukan perubahanuntuk mendapatkan hasil yang lebih adil antata pihak bank dan nasabah. Hal prinsip yang ada dalam cara perhitungan bagi hasil yang baru adalah aspek: bobot dan pengakuan dana pihak ketiga yang diperhitungkan bagi hasil sebesar Rp1.000. Adapun pola perhitungan bagi hasilnya adalah sebagai berikut:
Pengelolaan Dana Funding:
   1)     Tata cata bagi hasil Funding Mudharabah
Penetapan pendapatan yanga akan didistribusikan: jenis dan jumlah -> diperoleh pendapatan yang akan dibagihasilkan
Perhitungan hasil investasi untuk setiap Rp1.000 dana nasabah -> diperoleh bagi hasil per Rp1.000 dana nasabah
Distribusi kesetiap nasabah -> bagi hasil tiap nasabah


   2)          Kelebihan cara:
                       a)          Penyertaan dana shohibul maal dalam investasi dikoreksi dengan Giro Wajib Minimum
                      b)          Bobot dihilangkan / diseragamkan = 1
                       c)          Bobot relatif investasi dalam valuta asing
                      d)          Cara perhitungan relatif lebih mudah
                       e)          Perencanaan
                       f)          Penggunaan ekuevalen rate dengan hasil investasi per Rp1.000 dana nasabah mudharabah[18]
Contoh penerapan:
Apabila bank syariah mampu mengumpulkan dana pihak ketiga (DPK) sebanyak Rp90.000.000. DPK yang dapat disalurkan pada pembiayaan sebanyak Rp85.000.000 (karena ada  Giro Wajib Minimum sebesar 5%). Pembiayaan yang harus disalurkan kepada masyarakat sebanyak Rp100.000.000. Dari pembiayaan Rp100.000.000 diperoleh pendapatan dari penyaluran pembiayaan sebesar Rp1.500.000. nisbah bagi hasil 65%:35%. Berapa pendapatan bagi setiap Rp1.000 dana nasabah?
DPK (dana nasabah dengan kontrak Mudharabah)
A
90.000.000
DPK yang dapat disalukan ada pembiayaan
(=DPK x (1-GWM)*)
B
85.500.000
Pembiayaan Yang Disalurkan
Dana Bank
C
100.000.000
14.500.000
Pendapatan dari penyaluran pembiayaan
D
1.500.000
Pendapatan bagi setiap Rp1.000 DPK
E
14,25
*)GWM=Simpanan wajib pada Bank Indonesia sebesar 5%



E = B  x D x 1 x 1000      
C            A

Pendapatan investasi untuk setiap Rp1.000 DPK Mudharabah
E
14,25
Saldo rata-rata harian nasabah
F
1.000.000
Nisbah nasabah
G
65,00
Porsi bagi hasil untuk nasabah bulan ini
H
9.263
H =    E    x F x   G      
       1000            100
Dari hasil perhitungan diatas, ditemukan pendapatan nasabah untuk bulan ini dengan dananya sebesar Rp1.000.000, bagi hasilnya sebesar Rp9.263.

Contoh kasus :
Misal PT. Bank Insan Mulia Syariah menyampaikan laporan ikhtisar perhitungan bagi hasil sebagai berikut:
PT. BANK INSAN MULIA SYARIAH
IKHTISAR PERHITUNGAN BAGI HASIL
PERIODE MARET 2011
Penggunaan Dana
Penggunaan dana
Saldo rata-rata
Pendapatan
Pembiayaan
Penempatan pada Bank Indonesia
Penempatan pada bank syariah lain
Total
52.000.000.000
900.000.000
11.600.000.000
64.500.000.000
568.000.000
60.000.000
50.000.000
678.000.000

Sumber Dana
Sumber Dana
Saldo rata-rata
Bagi Hasil
Dana Pihak Ketiga
Modal
Total
50.500.000.000
14.000.000.000
64.500.000.000
551.615.385
126.384.615
678.000.000

Maka tahap perhitungan bagi hasil nasabah adalah:
Menghitung pendapatan bagi hasil porsi DPK
Bagi Hasil DPK          = (DPK/Pembiayaan) x Pendapatan pembiayaan
                                    = (50.500.000.000/52.000.000.000) x 568.000.000,-
                                    = Rp.551.615.385,- 


Menghitung nilai HI 1000
HI 1000                       = (Bagi Hasil DPK / DPK) x 1000
                                    = (551.615.385/50.500.000.000) x 1000
                                    = 10,923

Menghitung bagi hasil nasabah.
Jika Nasabah A memilik tabungan Ceria dengan nisbah bagi hasil 0,3 : 0,7 (yang lebih disebutkan adalah porsi nasabah) dan saldo rata-rata selama bulan maret sebesar 10 juta, maka bagi hasil nasabah A adalah:

Bagi hasil Nasabah A       = Saldo Rata2 x nisbah x HI 1000 / 1000     
= 10.000.000 x 0,3 x 10,923/1000
= Rp.32.769,-
Equivalen Rate                 = bagi hasil nasabah / saldo rata-rata  x 12
= 32.769 /1.000.000 x 12
= 3,9% pa. (setara 3,9% per tahun)



[1] Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: Rajawali Press. 2013), hlm. 48
[2] Muhammad, Manajemen Bank Syariah,( Yogyakarta: AMP YKPN, 2010), hlm. 120
[3] Veithzal Rivai, Islamic Banking, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010), hlm.799

[4] Muhammad Syafi’i  Antonio,  Bank Syariah dari Teori ke Praktek,  (Jakarta: Gema Insani Press dengan Tazkia Institute. 2001), hlm.125-126
[5] Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: Rajawali Press. 2012), hlm. 171-173.
[6] Muhammad, Teknik Perhitungan bagi hasil di Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Press. 2001), hlm. 67
[7] Muhammad, Manajemen Bank Syariah, hlm. 101
[8] Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil, (Yogyakarta: UII Press, 2004), hlm. 120.

[9] Ibid., hlm.121
[10] Muhammad Muslehudin, Sistem Perbankan dalam Islam,  (Jakarta: Rineka Cipta. 2004), hlm. 107
[11] Veithzal Rivai, Islamic Banking, hlm.800

[12] Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil), hlm. 123-124
[13] Adiwarman A Karaim, Bank Islam,  hlm. 56
[14] Muhammad, Manajemen Bank Syariah,120
[15] Ibid., 122-124

[16] M. Nur Rianto Al Arif, Lembaga Keuangan syuariah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012), hlm. 74-75.
[17] Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga, (Yogyakarta: PUSTAKA BELAJAR, 2004),hlm. 91-103
[18] Muhammad, Manajemen Bank Syaria’ah (edisi revisi), hlm. 147-148.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Larangan Menjual Buah-buahan Sebelum Matang

Teori Penawaran Islami